Rabu, 24 Desember 2008

Telaah -- China dan India Makin Diperhitungkan sebagai Pemain Ekonomi Global

oleh Bob Widyahartono MA *)

Jakarta (ANTARA News) - Kunjungan Hu Jintao, Presiden Republik Rakyat China (RRC), ke India menjelang akhir November 2006 diberitakan meluas di media massa mancanegara, namun agaknya baru mulai menarik perhatian para elit dan kalangan pengamat di negeri ini.

Arah tujuannya jelas, yakni untuk lebih memantapkan kerjasama yang dirintis oleh Presiden RRC pada 1996, Jiang Zemin, khususnya dalam hubungan bilateral ekonomi, perdagangan dan investasi yang saling menunjang.

Pertanyaannya, apakah proses pembangunan China atau India dapat dijadikan model pembangunan Indonesia memasuki dasawarsa mendatang? Agaknya, kita perlu lebih dulu memahami secara konseptual model dalam pertumbuhan ekonominya.

Model yang dimaksud adalah abstraksi dari kenyataan pengalaman dalam suatu lingkungan negara dengan berbagai asumsi serta faktor dependen dan independen selam suatu kurun waktu tertentu. Hal ini tidak bisa dijiplak seutuhnya, tetapi beberapa asumsi dasar dapat diserap dan diadaptasi oleh pembuat kebijakan negara.

Diana Farrell, Taruna Khanna, Jayant Sinha dan Jonathan R. Woerzel dalam ulasan di buku China and India: The Race to growth (McKinsey Quarterly, 2004), menunjukkan kecenderungan yang dianut kedua negara yang secara geografis dan demografis raksasa dalam memasuki masa depan. Keduanya menganut alur yang berbeda dalam mencapai kemakmuran, namun keduanya berpacu dalam mengisi abad 21.

China dan India dasawarsa 1970-1980 sampai awal 1990an masih belum dianggap terlalu penting sebagai pesaing, dan bahkan belum masuk hitungan analisis banyak pengamat dunia.

Baru sejak 1990an keunggulan kompetitif berkesinambnungan (sustainable competitive advantage) di negara industri termasuk industri baru lebih banyak muncul dari keunggulan teknologi proses baru (new process technologies). Teknologi yang oleh para engineer dan wirausahawan dikenal sebagai reverse engineering akan berkembang menjadi suatu seni (art) tersendiri.

Produk produk baru dengan mudah dapat diimitasi dan diimprovisasi, selanjutnya hingga apa yang biasanya menjadi produk utama, yaitu penemuan baru (new innovation atau new invention), menjadi nomor dua. Dengan terjadinya penyempurnaan proses proses baru, maka produk yang tadinya baru menjadi ketinggalan dan serangkaian proses baru menjadi unggul.

Penemuan dari Barat dalam bidang teknologi informasi (mesin komputer personal, Internet dan peralatan foto dijital) setelah muncul di pasaran langsung dikembangkan oleh perusahaan Asia (Jepang, Korea, China dan beberapa negara Asia Tenggara) dengan mutu yang lebih canggih dan harga yang lebih murah/terjangkau oleh pemakainya. Demikian pula dalam pengembangan piranti lunak (software) komputer. Dalam hal piranti lunak India muncul sebagai pemain yang tangguh juga.

China dan India, dua raksasa secara geografis dan demografis makin menunjukkan kapasitas dan kompetensi sebagai dua pemain yang memperkuat Jepang dari Asia sejak dasawarsa 1990an.

Para pembuat kebijakan, pengamat dan kebanyakan pelaku bisnis Internasional negeri ini lebih melihat ke China sebagai model peranan dalam pembangunan ekonomi, dan belum ke India. Banyak sekali ulasan tentang kemajuan China, terutama yang di kawasan Pantai Timur. Fokus dan atau kunjungan oleh pembuat kebijakan dan pengamat kita banyak terbatas pada zona ekonomi khusus Pantai Timur dan kota kota terbuka untuk kepentingan inter relasi dan interdependensi ekonomi regional.

Soalnya, kawasan Timur/pantai China mengalami kemajuan spektakuler. Menurut informasi mereka yang secara terbuka, China di bawah kepemimpian Deng Xiaoping sebagai negarawan China yang dikagumi dunia sejak tahun 1992 bertekad dengan menunjukkan kemampuan memobilisasi pekerja dan modal serta pendapatan per kapita tiga kali lipat dan meringankan sekitar 300 juta manusia dari kemiskinan (easing out of poverty).

Satu hal yang patut dikagumi adalah kenegarawanan Deng Xiaoping sejak 1980an dengan meletakkan dasar regenerasi kepemimpinan bangsa China. Tahun 1992 terjadi alih pemimpin dari Deng Xiaoping ke Jiang Zemin/Zhu Rongji dan dari Jiang/Zhu awal 2003 ke Hu Jintao/Wen Jiabao.

Ketika China sudah sejak awal 1990an maka baru satu dasa warsa kemudian India sejak akhir 1990an di bawah kepemimpinan Manmohan Singh melaju dan memasuki tinggal landas (take off). Keunikannya adalah keduanya secara relatif masih terhitung negara berkembang (relatively poor) dihitung dengan GDP per kapita dan pemerataan pendapatannya.

Namun, take off kedua diamati dengan rasa kagum dan juga dengan sekalipun dengan kekuatiran terjadinya overheating. Meskipun was-was itu ada di kalangan pengamat dari luar dan pembuat kebijakan kedua negara tersebut, harus diakui bahwa keduanya memiliki bobot dan dinamisme untuk mentransformasi diri sebagai pemain yang makin disegani memasuki abad 21. Kekhawatiran itu dapat dikatakan berlebihan, seperti ketika beberapa tahun lalu perekonomian China disoroti sebagai memasuki hard landing, yang ternyata tidak demikian kerasnya sebagaimana dicemaskan pengamat mancanegara.

Tidak dapat disangkal bahwa kedua negara masih dihadapkan dengan serangkaian masalah yang serius; India dengan infrastruktur fisik, jalanan, air minum dan sarana listrik yang terhitung minimal (poor); sementara itu China harus menapak maju dengan gaige kaifang (opening up and reform). Tekad memecahkan NPL (Non Performing Loans) yang harus dipandu pemecahannnya oleh Bank Sentralnya (kini dapat dikatakan dengan ketegasan manajemen yang kompeten dan kredibel), maka NPL makin ditekan agar di masa mendatang ganjalan tersebut tidak menjadi hambatan.

Kedua Negara China dan India menjadi memiliki kekuatan hingga keduanya saling melengkapi dalam ber-industri, dapat diuraikan sebagai dalam sejumlah tahapan.

China kalau ditinjau dari industrialisasinya, maka prestasi dalam industri massal mengagumkan , dalam menggerakkan Penanaman Modal Asing (PMA) dan industri lokal, serta meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja manajerial dan terlatih (skilled) lokal taraf international yang harus mereka kejar untuk tetap membuat investasi makin menarik PMA.

Jangan lupa, proses kemajuan China didukung oleh sarana telekomunikasi layaknya Internet, telepon seluler (ponsel), dan biaya telekomunikasi yang makin rendah.

Dengan kemajuan industrial yang dicapai bangsanya, China --terutama di kawasan Pantai/Timur (special economic zones)-- memunculkan satu kelas konsumen yang terhitung menengah ke atas yang meningkat dalam kebutuhan sebagai pasar dan menggerakkan jiwa entrepreneurships yang kreatif sekaligus inovatif di pihak kelompok muda yang berkarya dalam industri dan perdagangan.

India walaupun mulai transformasi ekonomi satu dasa warsa setelah China, negeri Sapi Suci itu jangan dilupakan kemampuan mendasarnya bahwa mutu sumber daya manusia manajerial dan teknologis lebih unggul dibandingkan China. India yang tidak mengalami campur tangan pemerintahnya (less interventionist) dalam bisnis, ternyata mampu melaju dalam bisnis taraf internasional.

Industri berbasis pengetahuan dari India, seperti piranti lunak, jasa teknologi informasi (IT services) dan farmasi yang membutuhkan mutu sumber daya manusia dan memiliki pengetahuan tersendiri, sangatlah dapat diandalkan, bahkan mendapat pengakuan masyarakat bisnis internasional.

Laju inovasi di India sebagaimana di kawasan teknologi Bangalore yang oleh pengamat luar dijuluki sebagai Silicon Valley-nya India. Penamaan Silicon Valley alias Lembah Silikon awalnya pada dekade 1980an dikenal sebagai pusat teknologi informasi di Amerika Serikat (AS).

Potensi jangka panjang India dengan menyoroti sumber daya manusianya dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan China. Yang masih merupakan hambatan adalah birokrasi pemerintah (red tapes), undang-undang perburuhan yang ketat dan infrastruktur fisik yang belum memadai untuk mendukung potensi tersebut.

Sementara itu, Jepang sebagai negara maju Asia sejak tahun 1970an disusul Korea Selatan, dan kemudian China dan India dengan kapasitas berindustri melaju sejak dasawarsa 1990an.

China dan India makin menunjukkan kekuatan masing masing dalam industrialisasi sektor sektor yang mereka unggulkan .

Sejak 1 Januari 2006, bangsa Asia menyadari adanya suatu proses memasuki abad Asia yang makin solid. Bahkan sejak pertengahan 1990an apa yang terjadi di Asia khususnya Asia Timur, merupakan perkembangan paling signifikan memajuan di dunia.

Istilah yang dikenal sebagai modernisasi Asia berarti membentuk ulang dunia saat memasuki abad 21. Sudah sejak 1995an Asia Timur mulai menapak keluar dari kemelaratan menuju kesejahteraan (from rags to riches).

Masyarakat Asia Timur, termasuk pembuat kebijakan ekonomi tentunya, dalam menatap masa depan memerlukan kebersamaan kawasan untuk mencermati kemajuan maupun kemandekan tiap sektor industri mereka dalam arti mutual attraction and interaction as well as interdependency within Asia.

Di masa mendatang --yang tentunya kini harus segera dilaksanakan-- agaknya elit dan pengamat kita harus pula makin kompeten dan kredibel berperanserta, mulai dari memilih model pembangunan yang patut diserap dan diadaptasi sampai dengan memberi substansi dalam Asianisasi Asia.

*) Bob Widyahartono MA (bobwidya(AT)cbn.net.id) adalah pengamat ekonomi Asia, dan dosen senior di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE Untar) Jakarta.

Sumber: Media Indonesia


Tidak ada komentar: