Rabu, 05 November 2008

Serat Optik

Dari Operator Busway ke Operator Serat Optik

Sungguh menarik menyimak pemberitaan di media massa beberapa hari terakhir ini tentang rencana satu pemerintah provinsi mengelola jaringan serat optik di wilayahnya.

Keinginan ini merupakan kelanjutan dari pengelolaan tunggal menara telekomunikasi di wilayah itu oleh badan usaha milik daerah (BUMD) pemerintah provinsi tersebut. Berita ini mendapatkan tanggapan dari masyarakat luas, khususnya masyarakat yang terlibat dalam industri telekomunikasi.

Menyimak dasar pemikiran untuk pengelolaan serat optik ini adalah adanya fasilitas serat optik yang tidak digunakan lagi dan kesemrawutan yang terjadi pada saat pemasangan serat optik.

Kesemrawutan ini sering kali menjengkelkan para pengguna jalan karena adanya penggalian jalan umum dan tak adanya koordinasi pemasangan serat optik antara satu operator dan operator lain.

Oleh karena itu, sering kali terlihat pada jalur jalan yang sama terjadi beberapa penggalian jalan untuk pemasangan serat optik. Belum lagi penggalian yang sering juga dilakukan oleh operator penyedia tenaga listrik hingga ikut menambah kesemrawutan. Dengan alasan kesemrawutan dan keindahan tata kota, BUMD wilayah provinsi bersangkutan berkeinginan mengambil alih pengelolaan serat optik di wilayahnya.

Serat optik yang telah terpasang di jalurnya ternyata juga ada yang tidak dimanfaatkan sama sekali atau kapasitas yang terpakai jauh lebih besar dari kapasitas yang terpasang. Dari kacamata investasi, hal ini merupakan suatu pemborosan investasi dan dalam perspektif yang lebih besar adanya pemborosan devisa negara.

Di sisi lain, para operator telekomunikasi di Indonesia merupakan pihak yang sangat berkepentingan dengan isu ini. Pengelolaan serat optik, sebagai satu fasilitas utama (core infrastructure) telekomunikasi, merupakan denyut nadi operator bersangkutan. Dengan kata lain, hidup matinya operator akan sangat tergantung pada tingkat keandalan jaringan serat optik.

Kita beberapa kali merasakan gangguan pada layanan telekomunikasi akibat gangguan pada jaringan serat optik. Yang populer adalah terganggunya jaringan internet global karena terputusnya jaringan serat optik di Taiwan akibat gempa beberapa bulan lalu.

Tanggung jawab besar

Mengelola jaringan serat optik merupakan satu tanggung jawab besar, karena semua layanan telekomunikasi saat ini menggunakan layanan pita lebar yang bisa disalurkan lewat jaringan serat optik.

Menilik adanya kapasitas yang tidak digunakan (idle capacity) dari jaringan serat optik—ini merupakan pemborosan investasi—merupakan hal yang tidak sepenuhnya benar. Biaya konstruksi pemasangan jalur pelindung serat optik (duct) umumnya menyedot 80-90 persen dari total biaya investasi, dan sisanya digunakan untuk pembelian peralatan telekomunikasi aktif (active device) yang digunakan untuk mengirimkan informasi dari satu titik ke titik lain.

Sangat beralasan kalau dalam menggelar jaringan serat optik, operator akan memasang serat optik pada duct-nya dalam jumlah yang sangat banyak, mengingat tidak ada perbedaan biaya konstruksi yang signifikan antara pemasangan 10 pasang serat optik dan 200 pasang serat optik. Pemasangan dalam jumlah besar ini juga untuk mengantisipasi pertumbuhan bisnis dalam periode 10-20 tahun ke depan.

Masyarakat luas sebagai pengguna layanan telekomunikasi, seperti telepon tetap, telepon seluler, internet, dan IP telephony, merupakan pihak yang berkepentingan terhadap isu pengelolaan serat optik ini.

Saat ini tingkat keberhasilan panggilan, baik dari telepon tetap dan telepon seluler yang sangat tinggi, tingkat keandalan jaringan internet secara luas untuk keperluan bisnis maupun personal, sudah menjadi standar pada industri telekomunikasi.

Pengguna layanan ini akan mengajukan keluhan kepada operator apabila layanannya terganggu. Keandalan jaringan serat optik yang dikelola oleh operator telekomunikasi merupakan salah satu faktor pendukung utama dari tingkat keandalan layanan telekomunikasi yang kita nikmati sekarang.

Pada jaringan serat optik yang ada saat ini bermuara berbagai kepentingan, yaitu kepentingan masyarakat, pemerintahan daerah, dan operator telekomunikasi. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, tentulah kepentingan masyarakat harus diutamakan. Kita tentu tidak akan mengorbankan layanan komunikasi kepada masyarakat dengan alasan keindahan tata kota dan pemborosan investasi (ini masih perlu dipertanyakan).

Di sisi lain, pengelolaan serat optik memerlukan komitmen yang lebih besar dibanding mengelola busway misalnya. Kegagalan fungsi jaringan serat optik akan menyebabkan potensi kerugian yang cukup besar, bisa mencapai puluhan juta rupiah dalam hitungan menit.

Karena itu, dalam mengelola serat optik, kemampuan harus diikuti dengan kredibilitas pengelolanya. Kemampuan bisa dibeli, kredibilitas harus diuji dan butuh waktu yang cukup lama untuk mengujinya.

Sebelum mengelola serat optik ini, pemerintah harus mulai membangun kredibilitas dengan memberikan tingkat keandalan yang tinggi dan adanya tingkat kepastian (service level agreement) dari pengelolaan layanan publik, seperti pengelolaan busway, pengurusan KTP, dan pengurusan surat izin lainnya.

Dengan kredibilitas, masyarakat dan operator telekomunikasi tidak akan keberatan menyerahkan pengelolaan operator serat optik ke operator yang sudah teruji mengelola, seperti pengelolaan busway.

Tidak ada komentar: